Senin, 06 September 2010

Memories of the Winter - Chapter 4

--cerita sebelumnya--


Chapter 4 (Sebuah Pengakuan)




Mentari menyembul di balik awan mendung yang sedikit menghalangi teriknya. Atmosfer hangat dan tidak terlalu panas inilah yang didambakan oleh setiap orang yang bernaung di bawahnya. Sungguh suasana musim dingin yang indah. Setidaknya itulah yang ada di benak Sakura. Sembari kedua matanya bergerilya menerawang pemandangan di luar jendela, bibirnya sibuk bersenandung lirih.

"Sepertinya suasana hatimu sedang baik, Sakura? Apa ada hal menarik yang terjadi?" Ino yang sedari tadi sibuk mengamati air muka Sakura yang tampak lain dari biasanya tersebut─tak kuasa untuk bertanya.

Dan Sakura tidak bisa menghindari semburat merah yang tiba-tiba menghiasi kedua pipinya. Bagaimana tidak? Setiap mengingat kejadian yang ia alami bersama Sasuke kemarin, rasanya ia tak dapat menahan seutas rona untuk tidak menyembul di kedua pipinya.

"Ayolah, Sakura… Cerita… Kau tidak mau aku mati penasaran, ya kan?" paksa Ino hiperbolis. Tiba-tiba, gadis pirang itu tercenung. Ia tampak sedang mengingat sesuatu. Sekejap kemudian ia melirik Sakura dengan tatapan menyelidik. "Atau jangan-jangan, ini berhubungan dengan sikap Sasuke kemarin, eh?"

Tepat. Sakura terhenyak. Mau tidak mau, hal yang sebenarnya ingin ia sembunyikan dari orang lain, terbongkar sudah. Sakura mengatupkan bibir. Entah jawaban apa yang harus ia nyatakan. Ia pun memilih untuk diam. Selebihnya karena ia tidak tau harus merespon bagaimana.

Ino mengamati gadis berambut merah jambu di sampingnya, dengan kening berkerut. Ada segaris raut tidak suka dalam wajahnya. "Apa kau menyukainya?"

DEG!

Mata emerald hijau itu sukses membelalak. Gadis berambut merah jambu tersebut benar-benar tak menyangka Ino bisa semudah itu menebak perasaannya. Seluruh kemungkinan terburuk terus bergelumung dalam benaknya. Alhasil, ia hanya dapat mematung tanpa tahu harus merespon bagaimana.

"Err… Sakura, boleh aku jujur satu hal?" tanya Ino lirih─bahkan nyaris tak terdengar. Mata bulatnya menerawang kosong ke arah jendela. Tersirat sedikit kegetiran dalam pancaran matanya.

Sakura terdiam─mencoba menerka apa yang ingin Ino katakan. Ia memandang Ino yang masih enggan menoleh padanya─dengan penuh tanya, "Tentang apa?"

Ino menarik nafas dalam-dalam. Sama seperti intonasi suara sebelumnya, ia menjawab, "Tentang Sasuke."

Dua kata yang meluncur dari gadis berambut pirang panjang tersebut sukses membuat Sakura bertambah gelisah. Ia menggigit bibir bawahnya─mengumpulkan seluruh energi dalam dirinya untuk mendengarkan pengakuan dari Ino. "Ya, ceritakan."

"Sebenarnya… Aku menyukainya."


Sakura berjalan dengan langkah gontai menyusuri koridor sekolah yang mulai sepi. Maklum pelajaran telah berakhir sedari tadi. Dan hari ini bukan hari Sabtu dimana ekstra kurikuler basket dilaksanakan. Jadi wajar saja jika siswa-siswi, baik yang mengikuti ekskul basket maupun yang gemar menyaksikan anak-anak basket latihan─telah pulang sedari tadi.

'Sebenarnya… Aku menyukainya.'

Sakura mendesis pelan, saat perkataan Ino tadi siang terngiang kembali di telinganya. Setelah mengaku bahwa ia menyukai Sasuke, gadis berambut pirang itu juga meminta Sakura untuk membantunya mengenal lebih dekat dengan pemuda tersebut. Tentu hal itu membuat Sakura begitu bimbang.

"Bagaimana mungkin aku melakukannya?" gumamnya pedih. Senyumnya meliuk pahit. Ia sangat tidak menyangka jika lelaki yang disukai oleh sahabatnya adalah lelaki yang selama ini menjadi cinta pertamanya. Apakah ia harus merelakan cinta itu dan membantu melancarkan misi Ino untuk mendapatkan sang pujaan hati?

Gadis berambut merah jambu itu terus melangkah dengan pikiran campur aduk. Raut mukanya kacau. Dan ia ingin segera sampai di rumah, lalu mengurung diri di dalam kamar sampai emosi yang membuncah dalam otaknya lenyap.

"Eh?"

Tiba-tiba Sakura tertegun ketika kedua mata emeraldnya menangkap seorang pemuda di depan loker ruang ganti laki-laki. Pemuda itu tampak sedang mencari-cari sesuatu dalam lokernya. Seketika gadis berambut merah jambu tersebut, menghentikan langkahnya. Pandangannya terus terpaku pada sosok itu. "Sasuke…" Ia menggumam lirih tanpa suara.

Selama beberapa saat, gadis itu tetap bertahan dalam keterpakuannya. Namun itu tak berlangsung lama. Karena tiba-tiba ada sepasang tangan yang mendorongnya dari belakang. Alhasil, gadis itu terdorong masuk ke dalam ruang ganti dan terjerembab jatuh di atas lantai. Bertepatan dengan itulah, bunyi gebrakan pintu yang ditutup secara keras terdengar.

Sakura terhenyak, antara marah dan terkejut. Langsung saja ia berdiri dan mencoba membuka pintu tersebut. Namun hasilnya nihil. Pintu itu telah terkunci dari luar. "Gawat." desisnya lemah. Bukan karena ia takut seharian terkunci di ruang ganti itu. Melainkan karena ada Sasuke disana. Sasuke-lah alasan ketakutannya saat ini. Ia takut perasaannya membuncah hanya karena berada di dekat pemuda tersebut.

Gadis itu semakin gugup, ketika Sasuke sudah ada di sampingnya dan sedang menatapnya penuh tanya. Entah mengapa, gadis itu tak dapat membalas tatapan onyx yang ditujukan padanya tersebut. Di otaknya terus berdengung pernyataan Ino tentang Sasuke. Ia masih bimbang untuk berkhianat atau justru membantu sahabatnya tersebut. Jika nantinya ia memang memilih untuk membantu, mungkin tindakan untuk tidak membalas tatapan Sasuke─yang sanggup membuatnya makin jatuh hati─adalah benar.

"Apa yang terjadi?" tanya Sasuke dingin. Lalu ia dobrak pintu kayu tersebut dengan tubuhnya. Namun tidak berhasil. Pintu itu tetap tertutup rapat. "Siapa yang berbuat seperti ini?" tanyanya kemudian. Tapi kali ini, pertanyaan itu tidak tertuju pada gadis di sampingnya. Pertanyaan itu lebih menjurus untuk dirinya sendiri. Dari raut wajahnya yang terlihat serius itu, tampaknya ia sedang berpikir.

Sakura bergeming. Ia sadar situasi. Tidak seharusnya ia egois menekan perasaannya di saat genting seperti ini. Dengan seluruh keberanian yang ia kerahkan, ia pun memberanikan diri menoleh ke arah Sasuke. "Sa.. Sasuke." panggilnya canggung. "Hm, apa yang harus kita lakukan sekarang?"

Pemuda yang dipanggil itu menoleh ke sumber suara. Sekejap ia terdiam. Namun kemudian ia menggeleng lemah. "Sebenarnya apa yang terjadi tadi?"

"Aku tidak tahu." kata Sakura. Ia menarik nafas, dan menghembuskannya pelan, "Kebetulan aku lewat, dan melihatmu disini. Tiba-tiba ada seseorang yang mendorongku dari belakang─"

"Lalu pintu itu tertutup?" tebak Sasuke, yang diikuti dengan anggukan dari gadis berambut merah jambu tersebut. Sasuke mengerutkan keningnya heran. Lalu sedetik kemudian, ia kembali menatap Sakura. "Kira-kira siapa orang yang berbuat seperti ini? Err, mungkin kau tahu siapa yang sepertinya tidak begitu menyukaimu."

Sakura melipat tangan kirinya dan meletakkan tangan kanannya di dagu─layaknya orang berfikir. Lalu kemudian, ia menggeleng pasrah. Lagipula ia tidak mau menuduh dan berfikir jelek pada siapapun yang berbuat seperti ini padanya. Sakura kembali menatap Sasuke yang telah duduk di sebuah kursi yang terletak di sudut ruangan. "Lalu kita harus berbuat apa sekarang? Kita tidak mungkin berada di sini seharian."

"Aku juga sedang memikirkannya." kata Sasuke pelan. Ia menghela nafas berat, "Tapi aku pikir tidak ada jalan lain lagi, selain diam disini sampai ada orang lain yang menemukan kita."

Sakura lagi-lagi mendesis putus asa. Hingga selang beberapa saat kemudian, pandangannya terpusat pada dua jendela yang terdapat di ruangan tersebut. Sebuah ide pun melintas begitu saja dalam benaknya. Langsung saja ia melangkahkan kakinya ke arah obyek yang sedari tadi diamatinya.

Namun sial. Rupanya jendela itu telah rusak dan tidak dapat dibuka. "Argh!" Sakura menjerit frustasi. Tiba-tiba ia teringat pada ponselnya. Mungkin ia bisa menelpon Hinata untuk menolongnya. Langsung saja ia merogoh ponsel di sakunya. Namun rupanya keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Ponselnya mati. Ia lupa men-charge baterai ponselnya. Gadis itu pun kemudian menoleh ke arah Sasuke, "Kemarikan ponselmu,"

Sasuke menggeleng. "Ponselku ketinggalan dikelas."

Dada Sakura mencelos mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Sasuke. Itu tandanya, ia akan benar-benar terkurung dalam ruangan ini seharian. "Kenapa aku sial sekali hari ini?" rutuknya dalam hati. Ia pun akhirnya mengambil sikap seperti Sasuke. Ia beringsut duduk di kursi tepat di samping pemuda berambut raven tersebut.

Selama beberapa menit, suasana hening. Baik Sasuke maupun Sakura sepertinya tidak ingin memulai pembicaraan satu sama lain. Mereka tetap bertahan dalam sikap diamnya. Hingga kemudian, Sasuke-lah yang tiba-tiba memecah hening itu. "Bagaimana lukamu kemarin?"

Sakura tercengang. Hampir tidak percaya Sasuke yang memulai topik pembicaraan. Terlebih lagi menanyakan perihal luka kemarin. "Sudah baikan kok. Tidak membekas sama sekali." Perlahan, seutas senyum terpeta di bibirnya. Serasa kembali ke masa lalu. Ia menemukan sisi hangat dalam diri Sasuke saat ini. "Terima kasih sudah mengobatiku." ucapnya tulus.

"Hn," Pemuda di sampingnya itu mengangguk. Ada senyum tipis di kedua ujung bibirnya. Dan itulah yang membuat Sakura semakin bimbang akan perasaannya.

"Sasuke…" panggil Sakura lirih. Sasuke menoleh ke arah gadis di sampingnya. Sakura menundukkan kepalanya. Arah pandangnya terus terpaku ke lantai. Tampaknya rasa gugup kembali menyergapnya. Dan ia jadi sulit membalas tatapan Sasuke. "Apa aku boleh bertanya sesuatu?"

Sasuke mengerutkan keningnya dengan heran. "Hn."

Gadis berambut merah jambu itu menghela nafas. Mencoba mengumpulkan seluruh tenaga untuk melanjutkan ucapannya, "Apa kau memang sudah benar-benar melupakanku?"

Mata onyx itu sukses terbelalak. Sasuke langsung membuang muka. Badannya menegang seketika. Tak ada sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Rahangnya seakan mengeras.

Menghadapi respon Sasuke yang tidak diduganya tersebut, Sakura semakin menundukkan kepalanya lebih dalam. Kalau begini jadinya, ia menyesal telah bertanya. Tapi mau bagaimana lagi? Ia benar-benar ingin tahu, apakah Sasuke benar-benar melupakannya secepat itu? "Sejujurnya, sampai sekarang aku masih belum mengerti apa kesalahanku. Kau tiba-tiba menyalahkanku atas meninggalnya kak Itachi. Lalu dengan seenaknya pergi dari kehidupanku tanpa mengatakan alasan yang jelas. Kau tahu Sasuke? Aku tidak tahu mengapa kau menyalahkanku seperti itu?"

Sakura terdiam sejenak, menunggu reaksi Sasuke. Namun rupanya, Sasuke tetap bersikap seperti sebelumnya. "Selama beberapa tahun ini, aku terus memikirkan itu. Tapi aku tak kunjung menemukan jawabannya." ucap gadis itu. Mengingat semua kenangan pahit itu, tampaknya lebih dari cukup untuk menorehkan kembali luka di hatinya. "Sasuke. Kumohon, beri aku satu alasan mengapa kau pura-pura tidak mengingatku sebagai teman masa kecilmu seperti ini?"


Ino menengadahkan kepalanya ke arah langit. Garis-garis senja telah terlukis indah disana. Perlahan ia menghembuskan nafas berat. Kembali diliriknya jam tangan violet yang melekat di pergelangan tangannya. "Lama sekali sih." keluhnya.

"Ino-pig?"

Ino menoleh cepat ke arah suara yang memanggilnya 'tidak senonoh' tersebut. Mendadak matanya membulat tatkala sosok yang teramat tidak ingin ditemuinya, justru telah berdiri di sampingnya. "Pig? Oh Sai, please! Aku sedang tidak ingin bertengkar saat ini." tukasnya sambil melipat tangan di dada.

Sai tertawa kecil menanggapinya. Kemudian, ia beringsut berdiri di samping Ino. "Kenapa belum pulang?" tanyanya sok perhatian.

"Aku sedang menunggu seseorang." jawab Ino ketus. "Dan sebaiknya kau pergi. Jangan ikut campur urusanku." sambungnya lagi dengan nada yang tidak kalah ketusnya.

Sai mendesis. Ia gigit bibir bawahnya. "Sasuke-kah?" tebaknya lirih. Ada sedikit kegetiran dalam suaranya. Tapi sayangnya, Ino tidak terlalu peka dalam menangkap kegetiran disana.

"Sai! Aku sudah bilang ini bukan urusanmu!" gertak Ino kesal. "Sebaiknya kau pulang sekarang! Aku tidak mau dia melihat kau bersamaku!"

Selang beberapa saat, Sai justru tertawa sinis. "Kau percaya diri sekali rupanya. Aku harus bilang berapa kali, kalau tindakanmu ini sia-sia? Selamanya dia tidak akan pernah melihatmu." ucapnya tajam.

Ino melotot tidak percaya akan semua yang dikatakan pemuda di sampingnya. Kesabaran yang ia miliki tentu ada batasnya. Ia sungguh tidak terima, Sai berkata seperti itu padanya. "Apa kau bilang?"

Sai kemudian mengacungkan sebuah kunci tepat di hadapan Ino. Mata hitamnya menyorot tajam, "Ini kunci ruang ganti laki-laki. Sasuke ada disana."


"Sasuke? Kenapa kau diam?" tanya Sakura lirih. Ia memberanikan diri menoleh ke arah Sasuke yang masih membuang muka, "Aku mohon… Jawab satu pertanyaanku ini, Sasuke."

"Cukup." ucap Sasuke dingin. Ia masih membuang muka─merasa enggan memandang Sakura. Sakura terkesiap mendengar nada dingin itu lagi. Sasuke lantas bangkit dari duduknya dan melangkah mendekati jendela."Apa yang dari tadi kau bicarakan? Siapa Itachi? Aku sama sekali tidak mengenalnya." ucapya tajam. "Dan satu lagi, jangan pernah sangkut pautkan aku dalam kehidupan masa lalumu."

Sakura tercengang─hampir tidak percaya akan semua kata yang diucapkan Sasuke, "Kau jahat, Sasuke. Kau jahat…" ucapnya lirih. Air mata mulai berkumpul di pelupuk matanya, "Kenapa? Padahal aku begitu bahagia ketika bertemu lagi denganmu. Tapi mengapa kau justru sebaliknya? Mengapa kau justru menganggapku tidak ada? Mengapa sikapmu berubah seratus delapan puluh derajat seperti ini, Sasuke? Mengapa? Jawab, mengapa?" tukasnya marah. Air mata kemarahan mulai menggenangi pipinya. "Bahkan dengan teganya kau justru berpura-pura tidak mengenal kakakmu sendiri!"

"Sudah kuduga. Arah pembicaraan ini, semua ini… karena dia." ujar Sasuke tajam seraya tersenyum sinis. Mata onyx-nya menyipit, "Kau mencintainya, eh?"

Lagi-lagi Sakura tercengang mendengar perkataan Sasuke, "Apa maksudmu?"

"Tak perlu berpura-pura. Aku sudah mengetahuinya sejak dulu. Dan selamat ya. Ternyata kalian memiliki perasaan yang sama." Sasuke berbalik dan menatap Sakura dengan tatapan mencela. Senyuman sinis masih menggantung di bibir tipisnya.

"Sasuke? Apa maksudmu?" Sakura tetap bertahan dalam ketidak mengertiannya. Kali ini ia memang benar-benar tidak mengerti pada arah pembicaraan pemuda tersebut.

Sasuke menghela nafas dan kembali berbalik membelakangi Sakura. "Sudahlah. Aku yakin sepanjang apapun aku menjelaskan, kau tetap akan bertahan dalam pengakuan palsumu."

"Apa yang kau bicarakan? Pengakuan palsu apa?" seru Sakura setengah berteriak. Ia bangkit dari duduknya, dan melangkah mendekati Sasuke. "Aku tidak mencintainya. Tapi aku mencintaimu, Sasuke-kun." sambungnya sungguh-sungguh.

Sasuke terhenyak. Namun sekejap kemudian ia kembali menunjukkan senyum sinisnya, "Kau tidak perlu mengasihaniku. Semua… Semuanya terlalu terlihat jelas. Wajahmu saat membicarakan dia… Sebenarnya aku sadar. Kau hanya akan mencintainya."

Tidak tahan akan semua yang diucapkan Sasuke, gadis berambut merah jambu itu lantas memeluk Sasuke dari belakang. Berharap pelukan itu dapat meyakinkan Sasuke bahwa selama ini hanya pemuda itu yang dicintainya. "Sasuke… Kau salah. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu…"

Bertepatan dengan itulah, pintu ruang ganti yang sedari tadi tertutup─terbuka. Dan muncullah seorang gadis berambut pirang yang terkejut melihat pemandangan yang ia dapati dalam ruangan itu.

.


To be continued




Artikel Terkait